Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 30 Januari 2013

Apa Rahasia Kepemimpinan Jokowi, Dahlan Iskan dan Mahfud M.D?


1351270872418359641
Jokowi, Dahlan Iskan dan Mahfud MD
Mengapa tokoh Jokowi, Dahlan Iskan, Mahfud M.D begitu memikat hati publik Indonesia? Apa rahasianya? Rahasianya adalah bahwa mereka belajar menjadi seorang pemimpin yang tampil beda dengan arus umum pemimpin-pemimpin masa kini. Mereka tampil bak oase di tengah gurun sahara krisis panjang kepemimpinan di negeri ini. Mereka tampil sebagai figur dengan model kepemimpinan-melayani.

Sebagai pemimpin-pelayan, mereka memiliki hati yang memotivasi kepemimpinannya benar, memiliki kepala yang visioner, serta memiliki tangan yang terulur dalam tindakan yang penuh cinta kasih, serta menghayati ajaran agama bukan secara ritualistik semata melainkan menjadikan ajaran agama yang mereka anut sebagai habitus/cara berada/way of life bagi gaya kepempinan mereka. Hanya dengan demikianlah maka mereka menjadi pemimpin yang bercirikan pelayanan seperti yang diamati publik dan media.

Dengan gaya kepemimpinan yang mereka tampilkan seolah-olah masing-masing mau mengatakan: “aku datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani.” MEMIMPIN BERARTI MELAYANI”. Tapi melayani orang bukan untuk menyenangkan diri mereka sendiri (citra diri) melainkan UNTUK MENYENANGKAN Pribadi yang mereka anut, yang menjadi Bos Besar dalam iman mereka. Karena itu, mereka tidak akan takut dengan apa pun atau siapa pun di dunia ini (termasuk lawan politik) karena satu-satunya yang mereka takuti hanyalah Tuhan yang mereka imani.  Karena itu, yang memotivasi kepempinan mereka adalah kasih terhadap sesama terutama mereka yang kalah dalam percaturan hidup ini.

HATI SEORANG PEMIMPIN PELAYAN seperti mereka. Hati yang didorong bukan oleh kepentingan sendiri yang melihat dunia sebagai proposisi “memberi sedikit, mengambil banyak”. Orang dengan hati yang didorong oleh kepentingan diri sendiri menempatkan agenda, keamanan, status dan kepuasan diri sendiri lebih tinggi daripada urusan orang yang terkena akibat dari pikiran dan tindakan mereka. Bagi mereka menjadi pemimpin bukan terdorong untuk melindungi dan mempromosikan diri sendiri, melainkan sebuah “panggilan hati” untuk melakukan tindakan pelayanan kepada masyarakat bangsa ini.

Bagaimana kita bisa mengetahui seorang pemimpin yang melayani diri atau melayani orang lain? Itu dapat dideteksi dari tiga pola perilaku berikut ini: bagaimana mereka mengelola umpan balik, bagaimana mereka mengelola perencanaan lanjutan, dan apa persisnya perspektif mereka tentang siapa yang mereka kira yang memimpin dan siapa yang mengikuti.
Bagaimana  menangani umpan balik? Pemimpin yang melayani diri sendiri: melindungi dan mempromosikan sesuatu yang telah mereka inventasikan demi harga diri dan keamanan. Mereka akan bereaksi dengan penuh rasa takut dan defensif kalau mendapat umpan balik negatif. Ketakutan terbesar seorang pemimpin yang melayani diri sendiri adalah kegagalan, mereka takut kehilangan kekuasaan dan posisi – hal-hal dasar yang menjadi sandaran harga diri dan keamanan dirinya. Sedangkan pemimpin yang melayani: posisi dan pengaruh mereka merupakan pinjaman dari orang-orang yang mereka layani. Umpan balik dilihat sebagai hadiah, bukan ancaman, walaupun yang negatif. Sandarannya: cinta tanpa syarat dari Allah.
Bagaimana pemimpin pelayan merencanakan pengganti? Seberapa baik mereka mempersiapkan orang lain untuk melanjutkan tugas kepemimpinan sesudah masa pengaruh kepemimpinan mereka selesai? Warisan kepemimpinan mereka tidak hanya terbatas pada apa yang mereka selesaikan, tetapi mencakup juga apa yang mereka tinggalkan dalam hati dan pikiran orang-orang yang pernah mendapat kesempatan untuk belajar dan bekerja bersama mereka. Tanyalah orang-orang dekat di sekitar Jokowi, Dahlan Iskan, dan Mahmud M.D! Pemimpin yang melayani diri sendiri: melihat sesama atau calon pengganti sebagai ancaman. Dan melatih atau mempersiapkan mereka sebagai beban. Pemimpin yang melayani: menggunakan banyak waktu untuk melatih dan menyiapkan generasi penerus yang potensial untuk nanti menggantikannya. Mereka memandang sesama adalah modal untuk masa depan. Dia membagikan apa yang dia tahu dan memberikan kesempatan untuk belajar dan bertumbuh bagi mereka yang akan datang sesudah dia. Dan semuanya dilakukan dengan tulus.

Siapa yang memimpin dan siapa yang mengikuti? Pemimpin yang melayani diri berpikir: mereka harus memimpin dan orang harus mengikuti. Pemimpin sebagai pelayan: berusaha menghormati keinginan dari orang-orang yang dipercayakan kepada mereka dengan masa pengaruh yang jelas dan tanggungjawab. Tetapi jika orang menjadi seorang pemimpin dan mencoba menjadikan Allah sebagai pelayan (legitimasi, manipulasi), segala sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Karena EGO mereka menghalangi jalanNya, dan Allah pasti akan disingkirkan.  Bagi mereka kekuasaan hanyalah mandat sementara dari Allah sebagai pemilik tunggal yang harus mereka pertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya.

KEPALA SEORANG PEMIMPIN PELAYAN. Dalam kepala seorang pemimpin pelayan, harus ada VISI yang jelas, yang harus dikomunikasikannya kepada orang lain yang dipimpin untuk menarik hati dan pikiran mereka. Visi: suatu pandangan ke arah masa depan yang berjalan terus, berkembang, memberi harapan, yang mengarahkan hati dan pikiran orang-orang yang tahu bahwa mereka tidak akan pernah mencapai akhir atau batasnya. VISI itu terdiri atas tiga hal: tujuan, gambaran tentang masa depan dan nilai.  Tujuan/misi: “kegiatan” apa yang hendak dilakukan? Kemana mereka hendak pergi dan apa alasannya? Tujuan ini memberi makna pada usaha setiap individu yang terlibat dalam struktur yang mereka pimpin. Nilai: nilai apa yang kita perjuangkan? Atas dasar apa kita membuat keputusan kita? NILAI: apa yang menata perilaku kita dalam organisasi dan dalam mengelola visi. Nilai adalah suatu prinsip yang tak dapat dinegosiasi yang menentukan karakter dalam diri seorang pemimpin.Keberhasilan sejati dalam kepemimpinan yang melayani bergantung pada seberapa jelas nilai-nilai itu dirumuskan, ditata dan dihidupkan oleh pemimpinnya sendiri. Setiap orang mengawasi. Jika para pemimpin menghidupi nilai-nilai mereka, maka orang lain bersedia mengikutinya.

Dua peran kepemimpinan yang melayani, seperti yang mereka tunjukkan. Pertama, peran visioner: menetapkan arah perjalanan dan tujuannya. Peran visioner/pengarah ini tidak dapat didelegasikan kepada orang lain. Begitu visi ditetapkan, organisasi diharapkan responsif atau tanggap terhadap visi itu, yaitu menjalani hidup sesuai dengan panduannya. Kedua, peran pelaksanaan: melakukan sesuatu secara tepat dengan fokus pada pelayanan. Begitu orang mendapatkan gambaran yang jelas tentang ke arah mana mereka hendak membawa orang-orang itu dan apa alasannya, penekanan kepemimpinan beralih ke peran kedua dari kepemimpinan: pelaksanaan atau implementasi. Pemimpin sekarang menjadi pelayan visi, dengan melayani orang-orang yang diminta untuk bertindak menurut visi dan menyelesaikan target atau sasaran. Sehingga visi dan implementasi merupakan dua sisi dari satu mata uang yang sama: untuk memperbesar hasil bagi setiap orang yang dipimpin, mereka harus MEMIMPIN dengan menetapkan arah perjalanan dan tujuan, dan kemudian mereka MELAYANI dengan memberdayakan dan mendukung orang lain dalam pelaksanannya. Peran implementasi dari kepemimpinan yang efektif itulah yang menjadi kesulitan kebanyakan pemimpin dan organisasi.

Jadi, dalam pelaksanaan, mereka sendiri yang harus berada di depan. Di sini mereka harus menciptakan lingkungan pemberdayaan, menunjukkan rasa hormat kepada orang lain, mendukung orang-orang yang bertanggungjawab dalam implemantasi itu.Kalau tidak, para pemimpin akan terjebak dalam kediktatoran dengan berkata: “itulah kebijakan kami”, “jangan menyalahkan saya, saya hanya pekerja di sini”, “apakah tidak lebih baik Anda bicara langsung dengan atasan saya?” Bagi pemimpin pelayan-mereka akan tetap rendah hati!

TANGAN SEORANG PEMIMPIN PELAYAN. Seorang pemimpin-pelayan lebih menekankan perubahan dalam cara mereka memimpin orang lain. Itu berarti membuat suatu tekad atau niat untuk mengubah perilaku mereka agar menjadi lebih sungguh/tulus dalam pelayanan kepada rakyat yang mereka pimpin. Itu berarti mulai dengan pertanyaan kepada diri mereka sendiri: apa yang BENAR-BENAR RAKYAT BUTUHKAN untuk mereka lakukan saat ini? Sebelum mereka bertindak sebagai pemimpin.

Oleh karena itu, orientasi utama seorang pemimpin-pelayan macam Jokowi dan Dahlan Iskah adalah transformasi sosial. Mereka lebih menyukai perubahan sosial menjadi tujuan kepempinan-melayani yang mereka jalankan. Kepentingan perbaikan kondisi adalah target utama dan bukan yang lainnya. Tidak heran jika banyak dari antara mereka yang tidak sabar dengan segala aneka birokrasi berbelit jika harus cepat demi pelayanan kepada masyarakat.


“Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya

0 komentar:

Posting Komentar